Rabu, 28 Mei 2014

Luka Kedua

Akhirnya saya tau apa yang kamu rasakan
Kamu hanya mencintai tubuh dan fisik saya
Bukan hati saya atau inner beauty saya
Aku tau sayang, itu karena kamu normal
Mungkin memang kecantikan hati
Ketulusan hati yang terdalam
Tidak akan pernah eksis lagi di dunia ini
Kamu akan lebih bangga berjalan dengan wanita cantik
Yang menampakkan semua keindahannya pada semua orang
Daripada wanita cantik luar dalam
Yang menutup mata dan hatinya buat orang lain
Dan memperlihatkan kecantikan hati dan jiwanya hanya di hadapanmu saja
Sekarang aku hanya harus besabar lagi
Sekalipun aku meyakini kamu yang diciptakan Tuhan untukku
Aku harus ikhlas melepasmu bahagia dengan yang lain
Aku harus rela menatapmu bahagia bersamanya
Sudah seharusnya aku bahagia menyambut keputusanmu
Terima kasih sudah pernah hadir dalam hidupku
Meskipun itu hanya sekejap
Terima kasih kau telah menghapus air mata dan kesedihanku
Sampai aku mampu bangkit dari masa laluku
Terima kasih kamu bisa membuatku kembali tersenyum
Dan kembali pada keceriaanku
Meskipun akhirnya kini
Kau melukaiku lebih dalam
Kau membuat air mataku jatuh lagi
Lebih sakit karena kini takkan pernah ada
Yang mampu membuatku bangkit seperti yang kau lakukan padaku
Sayang, aku tak bisa tanpa cintamu
Aku terlanjur menyayangimu
Dalam, terlanjur terlalu dalam
Sampai aku tak tau bagaimana cara bangkit

*17052013*

Selasa, 27 Mei 2014

Mana Janjimu Mister?


Hai mister. Ini sudah hari ketiga kamu berada di rumah kan? Iya, jauh-jauh hari kamu bilang kepingin mampir rumah kalau akhir bulan ini jadi mudik. Aku hanya mengiyakan sekenanya. Berusaha seelegan mungkin menanggapi keinginanmu. Padahal tanpa kau tau dalam hati aku girang bukan main. Dan aku tak sabar menunggu hari kedatanganmu tiba.

Tapi, ini sudah hari ketiga kau mudik, waktumu di kotaku juga semakin berkurang. Tapi kau tak juga kunjung menghubungiku, apalagi berkeinginan untuk menemui ku sesuai janjimu. Aku juga tak kuasa untuk menghubungimu duluan, menanyakan kapan kau akan menemuiku, atau sekedar basa-basi mana oleh-oleh mu buatku? Aku sama sekali tak punya cukup keberanian untuk melakukannya. Aku lebih memilih diam, membiarkanmu tersadar oleh ucapanmu sendiri. Aku lebih memilih membiarkanmu menikmati waktumu bersama keluarga yang memang hanya setahun sekali bisa kau nikmati. Aku berusaha bersikap dewasa untuk mengerti kamu dan tidak berusaha menuntutmu.

Tapi batin ini berteriak, menolak untuk berdiam diri. Hati ini berontak, aku merindukanmu mister. Rasanya percuma saja kau berada 1 kota denganku kalau kenyataannya kita tetap tak dapat bertemu, sekedar melepas rindu. Percuma saja kita berada di waktu yang sama dan hanya terpisah belasan kilometer kalau kenyataannya aku tak pernah bisa memilikimu. Bahkan sekedar memeluk senyummu saja aku tidak diizinkan. Aku seperti baik-baik saja. Aku menjalankan aktivitasku dengan senormal mungkin. Bekerja, memberi les tambahan buat adik-adik kecil, atau menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabatku, dan menutup hariku dengan keluargaku. Tak ada yang tau, aku berusaha menyibukkan diriku agar aku tak sempat dan tak memiliki waktu untuk mengingatmu apalagi memikirkanmu.

Namun, dengan usaha ku, kadang aku merasa percuma. Buktinya aku masih sempat mengingat bayangmu, bahkan di setiap detik di sela-sela kegiatanku. Bahkan setiap menit aku mengecek hapeku, berharap ada pesan darimu yang tiba-tiba sudah di depan rumahku. Apakah keinginan ku ini terlalu berlebihan dan sulit dikabulkan? Aku hanya ingin bertemu denganmu lagi. Aku ingin membuktikan bahwa kamu memang nyata adanya di dunia ini, bukan hanya menari-nari dalam alam bawah sadarku. Atau setidaknya berikan kabar buatku kau sedang apa dengan keluarga kecilmu. Beri tau aku jika kamu memang tak sempat mampir menemui aku walau sekejap mata. Jangan lagi menggantung harapan yang tak pernah pasti.

Jujur aku lelah. Membiarkanmu bahagia dengan orang lain aku rasa sudah lebih dari cukup dan memang sudah sepantasnya aku lakukan. Tapi mengertilah sedikit, aku tak minta macam-macam agar kau juga mempedulikan aku, aku tidak memintamu membalas kasih sayangku, aku juga tak pernah menginginkanmu merasakan sakit yang sama seperti yang kurasakan. Aku hanya ingin kau menepati ucapan yang keluar dari mulutmu sendiri.

Kalau seandainya minggu yang sudah kunanti-nantikan selama hampir sebulan ini, minggu yang aku impikan akan menjadi awal kebahagiaanku, ternyata terlewat begitu saja. Ternyata mengalir begitu saja seperti tidak ada apa-apa, berlalu seperti hari-hari lainnya, aku tak akan marah atau benci padamu karena kamu mangkir dari janjimu sendiri. Aku hanya kecewa sosok yang aku fikir bertanggung jawab sepertimu, tidak bertanggung jawab dengan mulutmu sendiri.

Aku tidak akan menyesal jika ternyata Tuhan memang tidak mengizinkan kita bertemu, mudah-mudahan itu pertanda jika aku harus benar-benar menetralkan perasaaanku. Dan mungkin itu jalan Tuhan agar aku tak terlalu larut kembali dengan rasa sakitku. Walaupun sebenarnya aku tidak setuju dengan pendapat itu. Jangan menjadikan Takdir sebagai alasan mu untuk tidak mempedulikanku, untuk tidak menemuiku. Itu pribadi mu sendiri. Tidak ada campur tangan Tuhan dalam tujuanmu untuk menyakiti orang, karena Tuhan pasti memberikan yang terbaik untuk hambanya. Aku percaya kau sudah berusaha menjadi yang terbaik. Terima kasih kamu membiarkan aku terus mencintaimu :)

Jumat, 23 Mei 2014

Jatuh Cinta atau Sekedar . . .




Aku jatuh cinta, aku gag peduli. Aku memang sudah jatuh cinta *lagi*. Dia mampu membuatku tertawa, tersenyum, merana bahkan menangis sesenggukan dan menangis teriak2 di jalanan. Aku ingat dia saat bangun tidur, saat mandi, saat menatap diriku sendiri di cermin, saat makan, saat perjalanan berangkat kerja, saat berkutat seharian di depan komputer, saat perjalanan pulang, bahkan saat mataku mau terpejam lagi. Dia dia dia.

Lebay? Aku memang lebay kalau sudah menyangkut hati dan perasaan. Suatu saat kalian juga akan berlebihan saat bicara tentang cinta, tentang seseorang yang membuat kalian melayang terbang dan menangis guling-guling. Aduhh, aku gag bisa merangkai kata-kata untuk mengungkapkannya. Aku tak punya kata-kata yang pantas dan tepat untuk mendefinisikan apa yang aku rasakan. Yang jelas aku paling tidak bisa jika sehari saja tak bertemu dengannya. Aku akan gugup gag karuan jika berada dalam jarak kurang dari 2 meter. Aku akan gemetaran dan merasakan dadaku bergemuruh tak beraturan saat mencium nafasnya yg tak jauh dariku atau saat tak sengaja mataku beradu pandang dengan matanya. Aku merasa pipiku menghangat saat melihatnya tersenyum dengan matanya yang semakin menyipit tenggelam tidak kelihatan. Haha. 

Kadang-kadang aku kaya’ orang bego’ yang tiba-tiba salah tingkah saat ekor mataku menangkap basah dia sedang memperhatikanku. Aku sudah sangat senang dan damai jika aku sudah berada di belakangnya, menikmati punggungnya. Iya, sesederhana itu. Aku jatuh cinta pada seseorang yang hanya bisa kunikmati sebatas punggungnya saja. Aku bahkan tahu dia tak sebaik teman dekatku lainnya. Dia bukan laki-laki idamanku atau laki-laki idaman ibuku. Tapi kita tak bisa memilih saat hati sudah terjatuh. Bahkan jika itu jatuh pada orang yang salah, kurang tepat dan di waktu yang tak tepat juga.

Tidak, aku sebenarnya yang salah. Aku terjebak pada perasaan yang aku ciptakan sendiri. Aku terlalu berhalusinasi dan tersugesti bahwa dia yang membuatku nyaman dan bahagia. Aku sudah berusaha melawannya selama puluhan hari. Tapi dengan pertemuan setiap hari ini, dengan mendengar suaranya setiap hari, mendengar tawanya khasnya, dengan melihat senyumnya, menikmati punggungnya dan mata sipitnya, mengintip tingkahnya melalui ekor mataku, merasakan getaran-getaran hebat yang bersumber dan disebabkan karena dia, semuanya justru semakin memupuk perasaanku, semakin hari aku berjuang semakin keras untuk menyangkal bahwa aku sedang jatuh cinta.

Hey, ini bukan cinta. Aku sedang berusaha untuk menghilangkan rasa yang sudah mulai tumbuh subur. Dan itu bukan hal yang mudah jika setiap hari aku bertemu dengan sosok mu dalam gelapku. Tapi, aku tetap menikmati semua sensasinya, karena mungkin ini memang waktunya aku untuk merasakannya, sekalipun rasa itu hanya berdiam diri di pojok hatiku tanpa pernah terungkap, tanpa seorangpun yang tau termasuk kamu. Dan meskipun rasa ini tak pernah berbalas, terima kasih pernah menjadi penyemangatku, Monts. :)