Hai mister. Ini sudah hari ketiga kamu berada di rumah kan? Iya,
jauh-jauh hari kamu bilang kepingin mampir rumah kalau akhir bulan ini jadi
mudik. Aku hanya mengiyakan sekenanya. Berusaha seelegan mungkin menanggapi
keinginanmu. Padahal tanpa kau tau dalam hati aku girang bukan main. Dan aku
tak sabar menunggu hari kedatanganmu tiba.
Tapi, ini sudah hari ketiga kau
mudik, waktumu di kotaku juga semakin berkurang. Tapi kau tak juga kunjung
menghubungiku, apalagi berkeinginan untuk menemui ku sesuai janjimu. Aku juga
tak kuasa untuk menghubungimu duluan, menanyakan kapan kau akan menemuiku, atau
sekedar basa-basi mana oleh-oleh mu buatku? Aku sama sekali tak punya cukup
keberanian untuk melakukannya. Aku lebih memilih diam, membiarkanmu tersadar
oleh ucapanmu sendiri. Aku lebih memilih membiarkanmu menikmati waktumu bersama
keluarga yang memang hanya setahun sekali bisa kau nikmati. Aku berusaha
bersikap dewasa untuk mengerti kamu dan tidak berusaha menuntutmu.
Tapi batin
ini berteriak, menolak untuk berdiam diri. Hati ini berontak, aku merindukanmu
mister. Rasanya percuma saja kau berada 1 kota denganku kalau kenyataannya kita
tetap tak dapat bertemu, sekedar melepas rindu. Percuma saja kita berada di
waktu yang sama dan hanya terpisah belasan kilometer kalau kenyataannya aku tak
pernah bisa memilikimu. Bahkan sekedar memeluk senyummu saja aku tidak
diizinkan. Aku seperti baik-baik saja. Aku menjalankan aktivitasku dengan
senormal mungkin. Bekerja, memberi les tambahan buat adik-adik kecil, atau
menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabatku, dan menutup hariku dengan keluargaku.
Tak ada yang tau, aku berusaha menyibukkan diriku agar aku tak sempat dan tak
memiliki waktu untuk mengingatmu apalagi memikirkanmu.
Namun, dengan usaha ku,
kadang aku merasa percuma. Buktinya aku masih sempat mengingat bayangmu, bahkan
di setiap detik di sela-sela kegiatanku. Bahkan setiap menit aku mengecek
hapeku, berharap ada pesan darimu yang tiba-tiba sudah di depan rumahku. Apakah
keinginan ku ini terlalu berlebihan dan sulit dikabulkan? Aku hanya ingin
bertemu denganmu lagi. Aku ingin membuktikan bahwa kamu memang nyata adanya di
dunia ini, bukan hanya menari-nari dalam alam bawah sadarku. Atau setidaknya
berikan kabar buatku kau sedang apa dengan keluarga kecilmu. Beri tau aku jika
kamu memang tak sempat mampir menemui aku walau sekejap mata. Jangan lagi
menggantung harapan yang tak pernah pasti.
Jujur aku lelah. Membiarkanmu bahagia
dengan orang lain aku rasa sudah lebih dari cukup dan memang sudah sepantasnya
aku lakukan. Tapi mengertilah sedikit, aku tak minta macam-macam agar kau juga
mempedulikan aku, aku tidak memintamu membalas kasih sayangku, aku juga tak
pernah menginginkanmu merasakan sakit yang sama seperti yang kurasakan. Aku hanya
ingin kau menepati ucapan yang keluar dari mulutmu sendiri.
Kalau seandainya
minggu yang sudah kunanti-nantikan selama hampir sebulan ini, minggu yang aku
impikan akan menjadi awal kebahagiaanku, ternyata terlewat begitu saja. Ternyata
mengalir begitu saja seperti tidak ada apa-apa, berlalu seperti hari-hari
lainnya, aku tak akan marah atau benci padamu karena kamu mangkir dari janjimu
sendiri. Aku hanya kecewa sosok yang aku fikir bertanggung jawab sepertimu,
tidak bertanggung jawab dengan mulutmu sendiri.
Aku tidak akan menyesal jika
ternyata Tuhan memang tidak mengizinkan kita bertemu, mudah-mudahan itu
pertanda jika aku harus benar-benar menetralkan perasaaanku. Dan mungkin itu
jalan Tuhan agar aku tak terlalu larut kembali dengan rasa sakitku. Walaupun sebenarnya
aku tidak setuju dengan pendapat itu. Jangan menjadikan Takdir sebagai alasan
mu untuk tidak mempedulikanku, untuk tidak menemuiku. Itu pribadi mu sendiri. Tidak
ada campur tangan Tuhan dalam tujuanmu untuk menyakiti orang, karena Tuhan
pasti memberikan yang terbaik untuk hambanya. Aku percaya kau sudah berusaha
menjadi yang terbaik. Terima kasih kamu membiarkan aku terus mencintaimu :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar