Ahh, aku tidak tau harus sedih atau senang
Aku memang ingin melihat senyumnya lagi
Tapi saat itu tercapai, justru ada rasa nyeri di dalam
Karena aku tau, senyumnya kini bukan lagi untukku
Bahagianya sekarang bukan bersamaku
Kamu, istri mantan kekasihku
Bagaimana kabarnya?
Apakah dia tetap ceria seperti saat bersamaku
Apakah kamu mampu menjadi alasannya bertahan hidup?
Apakah kamu bisa menjadi alasan dia bangun pagi2?
Apakah kamu menjadi alasannya untuk selalu tampil rapi?
Apakah dia juga marah-marah padamu
Jika kamu berusaha untuk tidak bergantung padanya?
Kamu pasti kaget
Iya, saat bersamaku dulu dia rapi dan manis
Tapi sekarang tidak lagi, itu kata mereka
Kata teman-temanku dan juga teman-temannya
Dia tidak mampu bangun pagi-pagi
Sebelum bertemu denganku dan setelah berpisah denganku
Hanya aku yang mampu jadi alasannya bangun pagi
Iya, aku tidak pernah marah-marah apalagi bicara kasar padanya
seperti yg sering kamu lakukan
Tapi dia marah padaku jika aku mencoba bersikap mandiri tanpanya
Dengar, betapa pedulinya ia padaku
Bahkan saat dia memutuskan berpisah denganku
Dan memenuhi permintaan orang tuanya untuk menikah denganmu
Dia tidak mau melihatku menangis
Dia tidak mau membiarkan aku sendirian meneruskan sisa usiaku
Dia juga tidak mengundangku ke acara sakral kalian
Karena dia tidak mau melihat luka yang tersirat di mataku
Dia memperhatikanku, peduli padaku dengan cara yang berbeda
Dengan cara yang orang lain takkan mengetahuinya
aku masih sering mendengar bisikan lembutnya
mengantarkan aku memejamkan mata
yah, aku memang gila
entah segila apa aku mencintainya
hingga sugesti-sugesti tidak waras itu muncul sendirinya
bagaimanapun, apapun keadaannya
dia pernah menjadi bagian dari perjalananku
bersambung ke Surat Untuk Istri Mantan Kekasihku (2)
aylia
1 komentar:
mengharukan :')
Posting Komentar